Senin, 19 April 2010

Masalah Dan Solusi Perkembangan Hindu di Tanah Jawa

Sirno Ilang Kertaning Bumi

Nusantara adalah kepulauan yang dibangun oleh peradaban yang luar biasa. Terbebasnya bangsa ini dari masa prasejarah tidak lepas dari peranan peradaban Hindu yang sudah sangat maju. Hindu adalah peradaban sekaligus agama yang tertua di dunia. Bangsa ini pernah berjaya ketika kerajaan Hindu menjadi pengerak kesatuan.
Majapahit tidak asing lagi di telinga masyarakat kita. Kerajaan ini berhasil menyatukan aspek kehidupan Nusantara dengan “Sumpah Palapa”. Abad ke 14 menjadi puncak kejayaannya dibawah Prabu Hayam Wuruk sebagai Raja dan Gajah Mada sebagai Mahapatihnya. Namun Sirno Ilang Kertaning Bumi juga menjadi candra sengkala bahwa kerajaan dan Agama Hindu runtuh. Bangunan fisik kerajaan hancur. Lontar keagamaan lenyap, dan bahkan pengakuan Hindu pun tidak ada lagi.
Sistem Majapahit waktu itu adalah centralistic yaitu memusatkan semua kegiatan perekonomian, politik dan agama di pusat kerajaan. Salah satu buktinya adalah Agama raja adalah agama penduduknya. Pengajaran agama hanya terjadi di pusat kerajaan dan untuk kepentingan kerajaan sedangkan masyarakat umum hanya mengikutinya.
Runtuhnya sebuah kerajaan besar bukannya sebuah perubahan yang tiba-tiba melainkan sebuah kejadian dari sekian banyak sebab. Majapahit runtuh karena sebab eksternal dan Internal. Sebab eksternal lebih disebabkan datangnya faham baru di sekitar pesisir utara Pulau Jawa, sebagai tanda adalah berdirinya kerajaan Islam pertama di Jawa yaitu Demak. Faham baru dibawa dengan konsep teologi yang tertata dengan baik dengan diajarkan kepada setiap penduduk yang cenderung jauh dari pusat Pemerintahan. Faktor internal adalah terjadinya perebutan kekuasaan antar pewaris tahta kerajaan sehingga kerajaan Majapahit menjadi terpecah. Perpaduan kedua sebab ini menimbulkan efek yang luar biasa sehingga mempercepat kehancuran sebuah dinasti dan peradaban kerajaan Hindu.
Sesudah kemerdekaan Indonesia ternyata peradaban Hindu masih tersisa di belahan bumi yang lain yaitu Pulau Dewata. Dari sinilah awal mulainya kembali Hindu mendapatkan pengakuan secara politik di Indonesia dengan berbagai upaya dan pendekatan. Masyarakat Jawa yang sadar dan eling, mulai menyadari dan kembali kepada agama leluhurnya. Eling marang budhi, ingat kepada agama yang menjalankan dan mengajarkan tentang kebenaran universal.

Orientasi Masyarakat Jawa Memeluk Agama Hindu
“Lima ratus tahun lagi aku kembali” itulah salah satu arti kutipan yang disampaikan Sabdopalon. Walaupun sudah lima ratus tahun lamanya kehilangan baju namun orang Jawa tidak kehilangan kejawaannya. Bangunan bisa hancur karena dimakan usia namun peradaban yang luhur tidak pernah ditinggalkan. Slametan, sesaji, penghormatan leluhur tidak pernah ditinggalkan.
Gejolak politik tahun 1965 membawa angin perubahan di masyarakat yang mulai mencari jati dirinya. Berbondong-bondong masyarakat menyatakan dirinya Hindu. Banyak yang menjadi alasan, diantaranya karena politik menuntut untuk beragama, ikut-ikutan dan karena sebagian menyadari bahwa spirit dan budaya yang ada adalah Hindu, sehingga sudah sepantasnya menyesuaikan antara jiwa dan raga. Karena spirit dan budaya bagaikan jiwa dan agama bagaikan bajunya. Kultur spirit dan budaya Jawa adalah Hindu dalam aspek jiwa.
Namun gelombang ini bukan tidak medapat tantangan. Secara organisasi Hindu tidaklah begitu kuat dan siap untuk membina umatnya sehingga terjadi pengeroposan dari dalam dan luar. Pembinan yang kurang mengakibatkan tidak adanya pertahanan sehingga mudah dipengaruhi dan dikonversi oleh yang lainya. Masalah ekonomi, sosial dan politik menjadi penyebabnya. Secara ekonomi masyarakat Hindu yang berada di level menengah kebawah mudah di iming-imingi kesejahteraan. Secara sosial dan politik Hindu termarginalkan karena sumberdaya pendidikan yang kurang.

Generasi Muda Hindu
Bangsa ini terjajah selama 350 tahun sehingga mental dari generasinya juga mental terjajah. Generasi muda kita cenderung melihat keluar, sehingga konversi sangat mudah masuk dalam lingkungan kita, baik konversi dari dalam maupun dari luar. Konversi agama dari dalam bisa kita lihat bagaimana faham dari India sebagai negara sekuler sangat mudah masuk di lingkungan kita tanpa disaring lebih dahulu. Di India banyak berkembang asram-asram yang memiliki tradisi ritual dan interprestasi yang berbeda terhadap budaya Wedik. Anggapan masyarakat Hindu Indonesia selalu menerima yang datangnya dari luar dipandang lebih baik dan bagus dari yang dimilikinya. Padahal kita belumlah menggali apa yang sudah disaring oleh Maharsi kita di Jawa. Lihatlah Bhuana Kosa, Jnana Sidhanta, Wrespati Tattwa, disana terdapat konsep tentang ketuhanan yang luar biasa disebut dengan Brahman Rahayam.
Tantangan terbesar berikutnya adalah konversi dari luar. Agama Hindu dinyatakan sebagai agama bumi, agama yang bukan wahyu dan sebagainya. Tuduhan semacam ini sering menjadikan masyarakat kita minder. Itulah sudut pandang dari mereka. Hindu memandang bahwa kebenaran itu adalah universal. Setiap zaman Hindu meramalkan turunnya penuntun agama. Agama Hindu diturunkan pada saat zamanTreta Yuga yang masih suci dan murni, sedangkan agama-agama yang diturunkan pada zaman Kali Yuga adalah kebenaran yang sudah tercemar oleh kepentingan-kepentingan.
Ngakoni gak nglakoni, mengakui tapi tidak menjalankan. Identitas agama hanya menjadi identitas semata bukan merupakan jalan hidup. Agama seharusnya dijadikan jalan hidup untuk mendapatkan moksartam jagadhita ya ca iti dharma.
Dalam kitab Sarascamuscaya sloka 4 dikatakan bahwa menjadi manusia adalah hal yang sangat utama.
Iyam hi yonihprathama,
yam prapya jagattpate
atmanam cakyate tratum,
karmabhih cubhalaksanaih

Apan Iking dadi wwang, uttama juga ya, nimittaning mangkana, wenang ya tumulung awaknya sankeng sangsara, makasadhanang subhakarma, hinganin kottamaning dadi wwang ika.

Artinya :
Menjelma menjadi manusia itu sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya sendiri dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.

Bukan hanya mengakui tapi menjalankan swadharma sesuai aturan dharma itulah yang semestinya kita bisa lakukan demi memajukan agama Hindu kedepan. Sehingga kita ngakoni lan nglakoni.

Solusi Misi Masa Depan Generasi Hindu
Generasi muda adalah tunas bagi komunitasnya, sehingga harus memiliki misi di masa depan. Generasi muda saat ini adalah generasi yang tumbuh di atas tanah yang subur, dimana mereka dilahirkan sudah menjadi Hindu.
Hindu mengajarkan kita untuk selalu berpikir kreatif untuk mendapatkan pengetahuan kebenaran dengan jalan Pratyaksa (pengamatan sistematis), Anumana (kesimpulan), Upamana (perbandingan) dan Sabda (testimony weda). Untuk itu dunia pendidikan sangatlah penting untuk mengatasi kemerosotan kualitas dan kuantitas. Kesadaran bahwa pendidikan itu adalah penting harus mendapatkan apresiasi dari masyarakat Hindu. Dengan semakin meningkatnya kualitas pendidikan bagi generasi muda maka semakin kuatlah pondasi keagamaan yang dibangun.
Bukti di atas menyatakan bahwa agama Hindu mengedepankan intelektual dalam mendekatkan diri kepada Tuhan. Hindu kedepan akan menjadi agama bagi orang-orang intelektual. Karena orang yang hidup dalam kebodohan (Awidya) berarti dia berada dalam kesengsaraan. Dengan mendapatkan penerangan ilmu pengetahuan berarti mendapatkan jalan menuju kebebasan abadi.
Seperti halnya yang ditawarkan dalam Waisesika ada empat etika dalam menjalankan hidup ini untuk mendapatkan kelepasa yaitu Tatwa Jnana, Srawana, Manana dan Meditasi.
Tattwa Jnana, merupakan pemahaman yang benar terhadap ilmu pengetahuan dunia: Pemahaman tentang Atman, Badan, Indriya dan Pikiran. Srawana, membaca dan mendengarkan ajaran dari kitab suci. Manana, melaksanakan apa yang dibaca dan didengar dari kitab suci melalui Tri Kaya Parisuda. Meditasi, melakukan pemusatan pikiran, merealisasikan sang diri untuk melepaskan ikatan keduniawian.
Hindu mengajarkan kepada umat manusia untuk mendapatkan pengetahuan sebagai pencerahan jiwa dari belenggu awidya. Hal tersebut akan berbanding terbalik dengan doktrin ajaran lain yang menyatakan “manusia turun ke dunia karena berdosa memakan buah dari pohon pengetahuan”.

Susilo Edi Purwanto, S.Ag, M.Si
Penulis : Dosen STAHN GDE PUDJA, Mataram

4 komentar:

  1. Terima kasih untuk postingannya, semoga kedamaian selalu bersama kita. Baik yang seumat maupun tidak. Saya suka menjadi bagian dari Hindu.

    BalasHapus
  2. dimana-mana hindu itu universal dan mengajarkan kedamaian,sesama umat manusia,tuhan dan niskala, tidak membedakan satu dengan yang lain.tri hita karana jadi pedoman hidup!!!

    BalasHapus
  3. Thanks for posting, hindu will rise and prosper again

    BalasHapus